Sebuah kisah cinta Ali bin Abu Thalib dengan Fatimah Az-Zahrah puteri Nabi Muhammad. Kisah dua sejoli yang tak pandang harta dan status sosial, sebab itulah ciri dari cinta yang tulus. Keduanya sudah berteman karib sejak kecil, pautan usia mereka enam tahun dan masih dibilang sangat serasi untuk sepasang kekasih.
Ali yang cerdas, gagah, dan tampan sementara Fatimah yang cantik, wanita baik, lembut, cerdas, dan mampu memikat hati yang melihatnya. Membuat mereka jika menjadi sepasang kekasih sangatlah pantas. Namun, sayang Ali yang termasuk keluarga miskin, sedangkan Fatimah hidup dari keluarga yang berada harta [sebab Khadijah, ibunya adalah saudagar kaya]. Namun, tak membuat mereka untuk menghianati perasaan cinta.
Semenjak Ali diasuh oleh Rasulullah, maka otomatis Ali bersama Fatimah semenjak dari kecil. Hari demi hari mereka lewati dengan bermain bersama sebab mereka masih masa kanak-kanak. Dan setelah beranjak remaja, keduanya mulai tumbuh rasa cinta dan kasih sayang. Namun, Ali dan Fatimah saling menjaga diri, menjaga keimanan mereka untuk tidak terjerembab dalam jurang kenistaan.
Ketika umurnya masuk 21 tahun, keinginan menggebu-gebu dari lubuk hati Ali untuk melamar Fatimah, maka dia mencoba memberanikan diri untuk menghadap Rasulullah guna menyampaikan hasrat dan tujuannya guna melamar dambaan hatinya tersebut. Namun, pupuslah perasaan Ali, sebab dia telah terlambat, dikarenakan ada orang lain yang mendahuluinya untuk melamar Fatimah Az-Zahrah.
Dilema dalam usaha pencapaian cinta sudah menjadi biasa sebagai suatu cobaan utuk mengetahui kadar cinta. Tak lepas demikian pula yang dirasakan oleh Ali. Rasa putus asa hampir menghampiri Ali untuk mendapatkan Fatimah disaat dia mengetahui bahwa Abu Bakar ra terlebih dulu meminta dan melamar Fatimah.
Abu Bakar merupakan seorang saudagar pula, banyak para budak yang dibebeskan dengan uang pribadinya, ada Bilal, Yasir, dan lainnya yang dibebaskan oleh Abu Bakar. Sedangkan Ali tidak memiliki kemampuan apalagi untuk membebaskan budak. Jika dilihat dari kekuatan finansial, maka Abu Bakar lah yang mampu membahagiakan Fatimah.
Abu Bakar juga merupakan sahabat Rasul yang paling dekat dengan Rasulullah. Sehingga rasa pesimis Ali mulai memenuhi ruang hatinya. Sebab sudah ada calon kuat yag akan melamar Fatimah. Abu Bakar sangat setia kepada Rasulullah, sehingga menurut pikiran Ali, pasti Rasulullah akan menerima lamaran Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar menyampaikan lamarannya, ternyata Rasulullah sebagai wali dari Fatimah menolak dengan sangat halus. Namun, Rasulullah mendoakan Abu Bakar untuk menemukan pasangan terbaik dari Allah. Dan dengan sangat lapang dada, maka Abu Bakar pasrah dan menerima atas keputusan itu.
Maka, bahagialah Ali. Dia bahagia bukan karena ada kedengkian dalam dirinya sebab Abu Bakar ditolak oleh Rasulullah. Namun, dia bahagia sebab dia masih memiliki peluang untuk melamar Fatimah. Maka, sikap optimis Ali mulai tumbuh lagi semenjak saat itu. Ia mempersiapkan diri untuk menyampaikan hasratnya kepada Rasul untuk melamar Fatimah sebelum ada orang lain yang meminangnya.
Namun sekali lagi, Ali harus merasakan kecewa, sebab sudah ada orang lain yang sudah jauh lebih mempersiapkan diri untuk melamar Fatimah Az-Zahrah. Dia adalah Umar. Umar sudah lama menaruh hatinya kepada Fatimah. Kali ini Ali betul-betul tipis harapan sebab dia tahu sendiri bahwa Umar adalah keturunan bangsawan Quraisy dan merupakan sahabat Rasul yang sangat gagah berani dan bisa melindungi Fatimah dari marabahaya serta mampu membahagiakannya.
Kisah Cinta Ali dan Fatimah
Ali sekarang hanya bisa berpasrah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebab Allah yang mengatur pasangan. Dengan siapa dia berpasangan maka itu adalah hak Allah. Dan Allah akan memberikan pasangan terbaik untuknya. Mulai terbesit dalam hati Ali, biarlah Fatimah dengan siapapun sebab jika Fatimah merasa bahagia maka Ali pun merasa bahagia, Ali telah memposisikan kebahagiaan Fatimah diatas rasa cintanya.
Namun, apa jawaban Rasulullah atas hasrat Umar untuk melamar Fatimah? Ternyata lagi-lagi Rasulullah menolak secara halus lamaran Umar. Kemudian beliau mendoakan Umar agar segera dipertemukan dengan yang lebih baik untuknya.
Hal ini sekali lagi membuat Ali senang, sebab dia masih memiliki kesempatan untuk melamar Fatimah sebelum ada orang lain yang mendahuluinya lagi.
Sebelum Ali melancarkan keinginannya, dia bermunajat kepada Allah dan meminta petuk kepada-Nya bahwa dia akan segera melamar Fatimah. Ali berharap agar Allah memberikan kemudahan dan membukakan pintu hati Fatimah dan Rasulullah untuk menerimanya.
Tak lama setelah Umar ditolak lamarannya. Maka Rasulullah mmerintahkan seorang sahabat untuk memanggil Ali agar segera menghadap Rasul. Maka, dengan hati tenang Ali mengahadap panggilan Rasulullah dan siap menerima apa yang ingin dikatakan kepadanya.
Ternyata hal mengejutkan terlontar dari lisan Rasulullah. Beliau meminta agar Ali menjadi pendamping Fatimah. Dan hal tersebut betapa menggentarkan hati Ali. Dia tak pernah menyangka bahwa Rasulullah meminta dirinya untuk menjadi pendamping Fatimah. Maka, kesempatan langka tersebut tak disia-siakan oleh Allah. Dengan sangat tegas dan hati yang penuh bangga, dia ucapka lamarannya kepada Rasulullah untuk Fatimah.
Ternyata Rasulullah selama ini menolak secara halus lamaran Abu Bakar dan Umar bukan karena keduanya jelek atau tidak memiliki kepribadian yang baik. Tidak. Akan tetapi, Rasulullah sudah menyiapkan Fatimah untuk Ali. Sebab Rasul tahu bahwa Ali telah memendam rasa cintanya kepada Fatimah sejak keduanya masih remaja.
Sungguh rencana Allah sangat indah. Ternyata Allah selama ini mempersiapkan kisah cinta Ali dengan penuh delematis kehidupan. Mungkin untuk melihat dan menguji kesabaran dan keimanan Ali.
Pada usianya yang 21 tahun dia melamar Fatimah dimana usia Fatimah baru memasuki usia 17 tahun. Setelah dua bulan kemudian maka diberlangsungkanlah perniakahan keduanya. Namun, Ali yang hidupnya ‘numpang’ kepada Rasulullah, dia merasa malu, sebab dia tidak punya apa-apa yang akan dijadikan seserahan atau mas kawin dalam pernikahannya.
Maka Rasulullah menyatakan bahwa mas kawin itu tidak harus dengan barang mewah. Rasulullah perintahkan agar mas kawin itu boleh walau hanya dengan cincin besi. Sebab kadar cinta bukan ditentukan oleh mas kawin pernikahan, tapi dengan rasa saling pengertian dan kasih sayang yang kuat yang menentukan kadar cinta kedua pasangan itu.
Maka, Ali gunakan baju perangnya untuk dijadikan mas kawin, dan tentunya dengan hafalan bacaan Al-Quran yang dia setorkan [bacakan] saat akad pernikahannya. Dalam suatu riwayat bahwa Ali menikahi Fatimah dengan bacaan Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, sebab kata Rasulullah hal itu sama dengan menghatamkan Al-Quran.
Sahabat Kartun Muslimah, saat itulah keluarga kecil Ali dan Fatimah terbina dengan penuh kasih sayang. Selama hidup dengan Fatimah tak pernah Ali memadunya atau berpoligami dengan wanita lain. Saking besarnya kasih sayang antara keduanya.
Dari pernikahan itu Ali dan Fatimah dikaruniai lima orang anak yakni Hasan, Husain, Muhassin, Ummu Kultsum binti Ali, dan Ruqaiyah binti Ali. Namun yang dapat memberlangsungkan keturunan sampai saat ini hanya dari keturunan Hasan dan Husain.