Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Furqan bayna Auliya’ Ar-Rahman wa Auliya’ Asy-Syaithan menyebutkan bahwa Wali (walayah) merupakan antonim dari ‘adawah yang artinya permusuhan. Dan perwalian itu berasal dari kasih sayang dan kedekatan. Sedangkan permusuhan berasal dari kebencian dan kejauhan.
Sebagian orang berpendapat bahwa orang yang dikatakan wali (kekasih) Allah karena kesetiaannya dalam rangka taat kepada Allah. Dan ada lagi yang berpendapat bahwa wali Allah adalah mereka yang selalu mendekatkan diri dengan Allah. Yang pada hakikatnya adalah sama, bahwa wali Allah adalah mereka yang memberikan rasa cintanya hanya kepada Allah.
Sahabat kartun muslimah, ciri utama dari seorang wali Allah (kekasih Allah) ialah selalu mengikuti apa yang diridhai dan disenangi Allah, membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Allah, melakukan amar makruf nahi munkar, dan selalu mencurahkan rasa cinta dan kasih sayangnya hanya kepada Allah.
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. [Yunus: 62-64].
Oleh karenanya barangsiapa yang memerangi wali Allah, maka dia sebenarnya telah memerangi Allah. dan barang siapa yang memerangi Allah, maka dia harus diperangi. Oleh karenanya, Allah dalam hadis qudsi berfirman, “Barang siapa yang menantang para wali-Ku, berarti dia mengajak perang dengan-Ku.” [HR. Ibnu Hibban].
Berkaitan dengan tingkatan para wali Allah, maka erhatikanlah dalam ayat Al-Quran yang satu ini. “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” [Al-Baqarah: 235]
Wali paling utama ialah para nabi-Nya. Diantara para nabi, yang paling utama ialah para Rasul Allah. dan diantara para Rasul yang aling mulia ialah Ulul ‘Azmi [yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad]. Dan paling mulia diantara Ulul Azmi adalah Rasulullah Muhammad Saw. Dialah imam para orang-orang yang bertakwa, pamungkas para nabi dan pemimpin para nabi, serta pemberi syafaat pada hari kiamat.
Rasulullah Muhammad merupakan wali Allah paling mulia di dunia sampai di kahirat kelak. Makanya beliau selalu diberikan keistimewaan oleh Allah termasuk kepada para umatnya. Salah satu keistimewaan tersebut ialah sebagaimana tergambar dalam hadis, “Tatkala aku masuk pintu surga, malaikat penjaga bertanya, “Siapakah gerangan tuan?” Aku menjawab, “Muhammad.” Lalu dia menjawab, “Demi tuan, aku diperintahkan untuk tidak membuka pintu surga sebelum tuan masuk.” [HR. Muslim].
Oleh karena itu, disaat kita mencintai Allah, maka apa yang dicintai oleh Allah haruslah kita cintai pula, dan mencintai Rasulullah Muhammad adalah termasuk kecintaan Allah. orang yang mengklaim dirinya mencintai Allah tapi tidak mencitai Rasulullah, maka dia tidak termasuk dalam wali Allah, sekalipun orang itu dianggap seorang ‘wali’ yang memiliki ‘kekramatan’.
Secara fisik, tak ada perbedaan antara wali Allah dengan manusia pada umumnya, sebab secara fisik wali Allah adalah manusia itu sendiri. Perbedaan wali Allah dengan manusia pada umumnya bukan terletak pada performa pakaian, model rambut, ukuran jenggot, ukuran kuku, dna hal lain yang diperbolehkan. Akan tetapi, penentuan kualitas kewalian mereka adalah ketakwaan kepada Allah.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [Al-Hujurat: 13]. Dalam hadis juga disebutkan, “Tidak ada yang lebih utama dari bangsa Arab dan non-Arab atau sebaliknya, dan antara orang hitam atas orang putih atau sebaliknya, kecuali karena kadar ketakwaannya.” [HR. Imam Ahmad].
Maka kelirulah pandangan selama ini yang beranggapan bahwa wali Allah itu ialah mereka yang berketurunan bangsawan, atau keturunan dari kiai, apalagi hanya terbatas pada mereka yang dianggap memiliki ke anehan-keanehan [kekramatan atas bantuan jin atau syaithan], atau mereka yang memerintahkan untuk meninggalkan syariat Allah untuk mendapatkan ilmu-ilmu tertentu supaya mendapat kesaktian, tentulah itu kesalahan yang besar.
Ketahuilah bahwa para wali Allah [aulia’] sebagian dari mereka diberikan oleh Allah karamah, yang memang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya. Namun, para wali Allah akan selalu konsisten untuk meyembunyikan kekaramahan itu dikhalayak umum, kecuali dalam kondisi tertentu yang mendesak mereka dan atas seizin Allah.
Ciri-ciri Wali Allah diantaranya;
Pertama, mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah, mencurahkan segala hidupnya hanya untuk melaksanakan apa yang dicintai oleh Allah dan meninggalkan apa yang dibenci Allah.
Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan [An-Nur: 52].
Kedua, mereka selalu menyucikan diri, menjaga lisan dan perbuatan. Selalu menjaga diri dari hal-hal yang kemaksiatan. Serta selalu menjaga hati dari penyakit-penyakit hati, kedengkian, bohong, sombong, dan lainnya.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr: 10].
Ketiga, mereka yang selalu menjaga diri dan menghindar dari ketamakan duniawi, mereka memilih untuk hidup zuhud dan wara’ serta menjauhi hal-hal subhat dan keharaman.
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. [Asy-Syura: 20].
Keempat, mereka yang hatinya selalu dipenuhi dengan rasa cinta kepada Allah, tidak ada sedikitpun yang membuat mereka sedih hatinya dan tidak ada pula kekhawatiran dalam hidup ini, sebba mereka merasa apapun yang terjadi di dunia ini semata-mata adalah ketentuan Allah dan rasa cinta Allah kepada dirinya.
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. [Yunus: 62-63].
Kelima, wali Allah tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang suci, mereka tak pernah menganggap dirinya sebagai wali Allah, tapi mereka lebih merasa sebagai orang awam.
“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” [An-Najm: 32].
Keenam, sebagian dari wali Allah memiliki kekaramahan, yakni hal-hal atau kejadian luar biasa yang tidak dimiliki orang lain. Namun hal ini bukanlah syarat mutlak bagi seorang wali, sebab karamah sebenarnya ialah keistiqamahan dalam menjalankan perintah syara’ Allah.