KARTUN MUSLIMAH — Jika ada yang bertanya siapa wanita pertama yang mengisi relung hati Rasullullah, sudah pasti jawabannya ialah Khadijah. Wanita mulia keturunan agung yang ikhlas menemani Rasullullah dalam menegakkan Islam di muka bumi.
Khadijah, seorang istri yang mengorbankan seluruh harta kekayaan dan tenaganya hanya untuk perjuangan suami tercinta. Wanita pertama yang beriman kepada Allah SWT dan yang meyakini bahwa suaminya adalah utusan-Nya.
Pahit manis kehidupan dakwah, ia jalani dari titik terendah hingga tegaknya Islam di muka bumi bersama Rasullullah. Wajarlah jika Nabi Muhammad tidak akan pernah melupakan sosok pertama yang mengetuk pintu hatinya tersebut.
Biografi Siti Khadijah, Siapakah Ia?
Khadijah atau biasa kita panggil beliau Siti Khadijah adalah istri pertama Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan putri Khuwailid bin As’ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah.
Dalam pembahasan mengenai biografi Siti Khadijah ini, kita tak bisa lepas dari latar belakang keluarganya. Dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah, dari keluarga yang sangat kaya raya, mulia, bahkan sangat terhormat. Oleh karena itu, tak heran jika Khadijah tumbuh menjadi wanita cerdas, berjiwa luhur dan terdidik.
Tepat tahun 575 Masehi, ibunda dari Khadijah meninngal dunia. Sepuluh tahun kemudian ayahandanya pun menyusul. Sebagai anak konglomerat, maka sepeninggal kedua orangtuanya, khadijah dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaan yang berlimpah.
Khadijah adalah sosok pebisnis ulung. Kekayaan yang berlimpah ruah tak pernah membuat Khadijah lengah. Ia sadar bahwa kekayaan akan membuat manusia lengah, bahkan lupa daratan, jika tidak dipergunakan dengan baik dan benar.
Meski diwarisi harta yang berlimpah namun tak menyurutkan semangat Khadijah untuk selalu bekerja keras. Ia tak pernah bermalas-malasan, justru sebaliknya Khadijah mempunyai tekad untuk terus mengembangkan bisnis orangtuanya. Karena itulah, ia pun mengambil alih bisnis keluarganya.
Kisah Kehidupan Asrama Khadijah
Sebelum menikah dengan Nabi, Khadijah pernah menjadi isteri dari ‘Atiq bin Abid dan Abu Halah bin Malik dan telah dikaruniai empat orang anak. Dua dengan suaminya yang bernama ‘Atiq, yaitu Abdullah dan Jariyah, dan dua dengan suaminya Abu Halah yaitu Hindun dan Zainab.
Sebagaimana dijelaskan dalam Tarikh at-Thobary II/211, bersama ‘Atiq beliau dikaruniai puteri yang kemudian meninggal dunia. Setelah ‘Atiq meninggal dunia, beliau menikah dengan Abu Haalah bin Zaraarah yang merupakan keturunan Abd ad-Daar bin Qushay, pernikahan beliau dengan Halaah dikaruniai putera yang diberi nama Hindun bin Abu Haalah.
Setelah Abu Haalah meninggal dunia, beliau kemudian menikah dengan Rasullullah SAW dengan membawa Hindun bin Abu Haalah bersamanya, pernikahan beliau bersama Nabi dikaruniai delapan putera yaitu : Al-Qaasim. at-Thoyyib, at-Thoohir, Abdullah, Zaenab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah az-zahraa.
Jatuh Hati Pada Kemuliaan Muhammad
Kisah awal hubungan percintaan antara Khadijah dengan Nabi Muhammad SAW bukanlah berhubungan dengan pacaran atau hubungan lain seperti zaman sekarang ini. Kisahnya terjalin sebelum menjadi nabi, Muhammad telah bekerja di bawah perusahaan milik Khadijah. Nabi mengurusi barang-barang dagangan milik Khadijah untuk diekspor ke Syam.
Tugas ini dilakukan Muhammad dengan karyawan lainnya yakni Maisyarah. Dalam perdagangan inilah kepribadian nabi yang sangat mulia terbaca oleh Khadijah. Setiap kali pulang berdagang Maisyarah selalu melaporkan tentang perjalanannya, keuntungannya dan hal-hal yang terkait dengan perdagangan dan watak mulia Muhammad.
Dari laporan Maisyarah tentang kepribadian Muhammad yang mulia, yang penuh dengan budi pekerti agung, penuh kejujuran, dan kemampuan menjalankan bisnis secara professional, semakin membuat Khadijah mengagumi sosok Muhammad. Diam-diam ia menyimpan hati pada karyawannya sendiri.
Menikah dengan Rasullullah
Awal kelanjutan kisah ini terjadi melalui pamannya Muhammad yakni Abu Thalib. Khadijah wanita pemberani tersebut mengatakan padanya bahwa ia ingin menikah dengan Muhammad. Hingga saat itu terjadi, Muhammad bersedia dengan sepenuh hati menerima Khadijah sebagai isterinya.
Tibalah saat yang sakral dan bahagia, Muhammad menikah dengan Khadijah. Dengan maskawin 20 ekor unta muda. Pernikahan ini terjadi pada tahun 595 Masehi. Pernikahan agung ini berlangsung dari keluarga Khadijah yang diwakili oleh paman Khadijah, ‘Amr bin As’ad. Sedangkan dari pihak keluarga Muhammad sendiri diwakili oleh paman Muhammad, Abu Thalib dan Hamzah.
Mahligai rumah tangga antara Muhammad dan Khadijah berlangsung selama 25 tahun yaitu 15 tahun sebelum menerima wahyu pertama dan 10 tahun setelahnya hingga wafatnya Khadijah, kira-kira 3 tahun sebelum hijrah ke Madinah. Khadijah tutup usia pada usia 50 tahun.
Istimewanya Khadijah di Mata Rasullullah
Khadijah adalah wanita pertama yang menaklukan hati Rasullullah. Beliau adalah isteri pertama yang tak pernah dimadu. Sebab semua isteri nabi yang telah dimadu dinikahi setelah Khadijah wafat. Ini merupakan hal yang istimewa bagi Khadijah.
Selain itu, semua putra dan putri nabi, kecuali Ibrahin adalah anak kandung Khadijah. Pernikahannya dengan Khadijah menghasilkan enam keturunan yaitu, Al Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah.
Rasullullah yang terlahir sebagai yatim dan kehilangan ibunda di masa kanak-kanak sepertinya telah menemukan sebuah cinta yang kuat pada Khadijah. Seorang wanita dengan selisih usia beberapa tahun di atas beliau, tentu bagaikan ibu yang penuh kasih ketika kekanakan seorang lelaki sesekali hadir memberi warna.
Khadijah merupakan seorang janda yang begitu teguh hati, penuh pengalaman hidup dan matang tentu saja membuat Muhammad merasa memiliki teman hidup dalam meraih kedewasaan dan kemuliaan akhlak. Khadijah seolah hadir menjadi bagian skenario Allah dalam mempersiapkan kenabiannya.
Peran Khadijah Dalam Kehidupan Rasullullah
Khadijah adalah perempuan pertama yang masuk islam. Hal ini menambahkan sisi ke istimewaan dari Khadijah. Ia juga selalu hadir di saaat yang genting dalam hidup Rasullullah.
Ia berperan mendampingi Rasullullah di masa-masa yang berat. Ketika dakwah Nabi ditindas, ketika risalah ditentang keras, dan sahabat-sahabat Rasullullah mengalami penyiksaan dan penganiayaan yang tak tertahankan.
Khadijah dengan sigap hadir dengan jiwa dan hartanya untuk membenarkan, membela, dan menjaga beliau dari para pencaci, pendengki, dan musuh dakwah. Kekuatan cinta Khadijah lah yang bisa menghangatkan beliau ketika angin cobaan menerpa.
Cinta Khadijah menenteramkan Rasullullah ketika gelisah dan ketakutannya meraja. Cinta Khadijah menguatkannya ketika lelah dan lemah mulai menyerang urat syarafnya. Cinta agung Khadijah hadir melengkapi kesempurnaan kehidupan Muhammad.
Sahabat-sahabat Khadijah banyak yang memanggil Khadijah dengan julukan “Ratunya Makkah”. Ia juga dikenal dengan julukan at-Thahirah, yaitu “yang bersih dan suci”. Julukan tersebut mempunyai makna bahwa Khadijah adalah perempuan yang patut menjadi teladan bangsa Arab.
Berpulangnya Khadijah
Khadijah jatuh sakit, hal ini menyebabkan kondisi kesehatan Khadijah semakin memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, maka wafatlah seorang perempuan suci dan isteri nabi yang sabar, teguh imannya dan luar biasa dermawan, yang rela mengorbankan seluruh jiwa dan hartanya untu perjuangan nabi.
Sayyidah Siti Khadijah al-kubra binti Khuwailid wafat di usia 65 tahun pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi.Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.