Teguhnya Iman Seorang Tukang Sisir – Pada zaman kerajaan Mesir Kuno, terdapat salah saeorang raja yang kejam, semena-mena, dan bahkan mengaku sebagai Tuhan bernama Fir’aun. Tidak banyak dari rakyatnya yang berani mengelak kedudukan Fir’aun yang demikian, sebab mereka tidak mau jika nantinya menerima hukuman berat karena dianggap sebagai pembangkan. Jikalau ada diantara mereka yang tidak mengakui Fir’aun sebagai Tuhan, kebanyakan akan memilih bersembunyi.
Namun ternyata terdapat seseorang yang berasal dari kalangan biasa yang berani terang-terangan menolak status ketuhanan Fir’aun. Dia adalah sosok perempuan bernama Masyitoh. Keshalihannya bahkan disebut oleh Jibril ketika Rasulullah SAW. tengah dalam perjalanan Isra’ Mi’raj.
Diriwayatkan dalam hadits Ibnu Abbas : Suatu ketika saat Rasullullah SAW melakukan perjalanan isro mi’roj, Nabi mencium aroma yang sangat harum. Semerbak wanginya itu membuat langkahnya terhenti. Penasaran, Nabi SAW.pun bertanya kepada Malaikat Jibril, “harum apakah itu wahai Jibril?”
Malaikat Jibril pun menjawab, “itu adalah wangi dari kuburan seorang perempuan shalihah bernama Masyitoh. Perempuan yang memegang teguh keimanan kepada Allah SWT”.
Mengenal Sosok Masyitoh
Didalam masa pemerintahan Fir’aun yang penuh tekanan, terdapat beberapa orang yang diam-diam beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa As. Mereka adalah Siti Asiyah –istri Fir’aun, Hazaqil dan istrinya yang dijuluki Masyitoh. Hazaqil adalah seorang pembuat peti, tempat Musa kecil ditaruh untuk kemudian dihanyutkan ke sungai. Sementara istrinya adalah seorang tukang sisir atau “Masyitoh” di istana Fir’aun.
Diantara ketiga tokoh tersebut, Hazaqil adalah sosok yang paling awal diketahui keimanannya terhadap Kitab Taurat, sehingga membuatnya dijatuhi hukuman mati oleh Fir’aun. Kepergian sang suami tentu membuat Masyitoh sedih. Namun ia bersabar dan berserah diri kepada Allah SWT atas kejadian tersebut.
Bukti Keteguhan Masyitoh Terhadap Islam
Tidak selamanya Masyitoh mampu menyembunyikan keimanannya kepada Allah SWT. Hingga pada suatu hari terjadi sebuah peristiwa kecil yang kemudian mengungkap tabir bahwa dirinya adalah pengikut Musa AS, sama seperti sang suami.
Ketika itu Masyitoh sedang menyisiri rambut anak perempuan Fir’aun seperti biasanya. Tiba-tiba sisir yang digunakanya terjatuh, dan saat mengambil kembali sisi tersebut , spontan bibirnya mengucap, “Bismillah (dengan menyebut nama Allah)” yang ternyata juga didengar oleh anak Fir’aun.
Hel tersebut membuat anak perempuan Fir’aun terkejut, dan bertanya kepada Masyitoh, “Apakah engkau punya Tuhan selain ayahku?” Tanpa ada sedikitpun rasa ragu Masyitoh menjawab, “Tuhanku adalah Tuhanmu dan Tuhan Ayahmu juga Tuhan segala sesuatu ialah Allah, tidak ada Tuhan kecuali Dia.” Mendengar jawaban tersebut, sontak ia menampar Masyitoh, sambil berkata, “akan kuadukan hal ini pada ayahku”. “Silahkan”, jawab Masyitoh dengan mantap.
Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan kepada sang ayah, dan tentu saja menjadikannya murka. Tidak menyangka jika Masyitoh, perempuan yang cukup dipercayainya selama ini adalah pengikut Nabi Musa. Masyitoh ‘selanjutnya diminta untuk menghadap Firaun
Dihadapan Masyitoh, Fir’aun bertanya, “Benarkah apa yang disampaikan anakku? Siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini?” Masyitoh tidak mengelak, justru dengan tegas dia menjawab, “Benar, tidak ada tuhan selain Allah. Dia-lah yang sesungguhnya Maha Kuasa atas seluruh alam besrta isinya.”
Apa yang diucapkan oleh Masyitoh tak urung membuat Fir’auan menjadi sangat marah. Tidak terima dengan jawaban yang dilontarkan, raja dzalim itu kemudian memerintahkan para pengawalnya untuk menyiksa Masyitoh. Kedua tangan dan kakinya diikat kencang, lalu tubuhnya dibawa kehadapan para warga Mesir Kuno.
Fir’aun ingin menujukkan ke semua orang, bahwa dirinya tidak pernah main-main, bagi siapa saja yang berani melawan Fir’aun, maka dia akan tidak segan menjatuhi orang itu dengan hukuman yang berat. Tidak cukup hanya diikat, para algojo istana juga melepaskan sejumlah ular berbisa ke arah tubuh Masyitoh.
Penyiksaan dan penderitaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Hingga kemudian Fir’aun kembali mendatangi Masyitoh, seraya mengajukan pertanyaan untuknya, “Apakah engkau hendak kembali (murtad) dari keyakinanmu itu?” tanpa ada sedikitpu rasa takut perempuan itu menjawab, “Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu ialah Allah”.
Iman Masyitoh tidak goyah, menyebabkan Fir’aun semakin marah dan ia mulai mengancam akan menyiksa dan membunuh anak-anak Masyithoh. Masyitoh tidak seperti ibu kebanyakan, yang mungkin memilih menyerah demi keselamatan diri dan anaknya.
Namun ternyata strategi yang dilancarkan raja bengis itu tidak bekerja seperti yang dia harapkan. Masyitoh menyadari bahwa anak-anaknya adalah milik Allah, maka Allah-lah yang berhak dicintai melebihi dirinya sendiri dan anak-anaknya.
Tanpa pikir panjang, sikap Masyitoh yang teguh membela agama Allah SWT membuat Fir’aun mengambil keputusan untuk menjalankan ancamannya tadi. Terdapat berbagai pendapat mengenai bagaimana tepatnya penyiksaan yang merenggut nyawa anak-anak Masyitoh ini dilakukan. Salah satunya adalah dengan melemparkan hidup-sidup anak-anak Masyitoh ke dalam air mendidih di atas bara api.
Masyitoh menangis, air matanya mengalir deras tatkala ia harus menyaksikan anak sulungnya yang kesakitan menahan siksaan tersebut. Fir’aun pun kembali memberikan pertanyaam yang sama kepada Masyitoh, berharap dia akan berubah pikiran. Tapi pendiriannya semakin teguh untuk tetap menjaga imannya sampai mati.
Tibalah giliran bagi anak keduanya, tanpa rasa iba Fir’aun meminta prajuritnya untuk melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Belum kering air mata Masyitoh, kini hatinya bertambah pedih melihat kembali buah hati yang meregang nyawa dalam air mendidih
Kembali Fir’aun menawarkan sebuah kesepakatan berdamai. Tidak dipungkiri, hati Masyitoh sempat ragu. Bagaimana tidak, setelah apa yang terjadi pada dua anaknya, ia merasa tidak tega apabila bayi mungil yang masih dalam gendongannya itu harus menghadapi hal yang serupa. Masyitoh memikirkan perkataan Fir’aun dengan menangis tersedu-sedu.
Atas kuasa Allah SWT, tiba-tiba anak bungsunya itu bisa berbicara. “Wahai Ibuku, janganlah engkau ragu, masuklah! Sungguh segala siksaan yang terjadi di dunia ini tidak lebih berat daripada siksa di akhirat.” Mendengarnya membuat sang ibu kaget, bagaimana sesososk bayi bisa berbicara?
Dibalik itu terselip rasa bahagia atas apa yang diucapkan si bayi, tanpa ragu Masyitoh memutuskan untuk menuruti titah Fir’aun, masuk ke dalam air mendidih tersebut dengan menggendong bayinya, hingga menghembuskan nafas terakhirnya.
Masyitoh dan ketiga anaknya kembali ke pangkuan Sang Khalik dalam keadaan syahid dengan mengenggam iman yang indah. Tulang-belulang milik Masyitoh serta anak-anaknya terbalut dalam sehelai kain kafan. Hal itu sesuai dengan wasiat Masyitoh kepada Fir’aun sebelum kepergiannya.
Memaknai Kehidupan Masyitoh
Kisah kehidupannya begitu berharga, sosoknya adalah salah satu dari sekian banyak perempuan muslim yang bisa kita jadikan sebagai teladan. Salah satu hikmah yang dapat kita petik demi menjadi muslim yang lebih baik dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah menjadi pribadi yang sabar, kuat, dan tegar dalam menghadapi berbagai cobaan dari Allah SWT adalah Tuhan Yang Kuasa diatas segala-galanya. Wallahu a’lam bishawab.