Muhammad muda adalah seorang anak yang memang terkenal dengan budi pekertinya yang baik. Sejak kisah kelahiran Nabi Muhammad, dia yatim piatu, ditinggal wafat oleh bapaknya semenjak dia masih dalam kandungan, sedangkan ibunya meninggal di saat umurnya masih 6 tahun selepas pulang dari menzirahi bapaknya.
Sejak bayi, sebagaimana kebiasan orang Arab saat itu yakni menyusukan anaknya kepada orang lain, saat itu Rasulullah disusui/diasuh oleh Suwaibah namun hanya beberapa hari saja, kemudian digantikan kepada ibu susuannya yakni Halimah As-Sya’diyah dari Bani Sa’ad.
Dikala Halimah merawat Muhammad kecil, keajaiban selalu dia temukan. Awalnya air susunya yang tidak mengeluarkan air susu, akhirnya bisa mengeluarkan air susu. Bahkan yang awal kebun miliknya kering, dengan berkah menyusi Muhammad kecil, kebunnya menjadi subur dan dapat ditanami kembali.
Setelah dua tahun mengasuh Muhammad, karena saking sayangnya dan banyaknya keberkahan yang dia rasakan selama merawat Muhammad. Maka, Halimah meminta kepada ibunya Aminah untuk tetap diasuhnya. Dan dia menyetujuinya, hingga akhirnya Halimah kembali merawat Muhammad dengan penuh kasih sayang seperti anaknya sendiri.
Pembelahan Dada Muhammad
Suatu hari, saat usia Muhammad menginjak empat tahun, kala itu Muhammad bermain dengan saudara sesusuannya [putra Halimah]. Entah apa yang terjadi, akhirnya putra Halimah lari pulang ke rumahnya menemui ibunya, dengan nada yang ngos-ngosan ia menceritakan bahwa ada dua orang berpakaian putih mengembil Muhammad lalu melentangkannya kemudian kedua orang itu membelah dada Muhammad.
Maka segeralah Halimah lari mencari Muhammad. Dan dia menemukan Muhammad dalam keadaan gemetar dan wajahnya pucat, seakan ketakutan. Tapi Muhammad kecil berkata bahwa dia dalam keadaan baik-baik saja. Lalu Halimah menanyakan apa sebenarnya yang terjadi.
Muhammad menceritakan yang sebenarnya bahwa dia didatangi oleh dua orang laki-laki berbaju putih lalu membedah dadanya dan mengambil segumpal daging dari dalam dirinya, kemudian mereka membersihkan segumpal daging itu dengan air bersih yang dingin, dan akhirnya memasangkan kembali ke dalam dadanya. Demikian penuturan Muhammad kepada Halimah. Itulah salah satu kejadian aneh yang diluar batas akal manusia. Yang menandakan bahwa Muhammad bukanlah anak biasa seperti anak-anak pada umumnya.
Kematian Aminah
Ketika memasuki usia lima atau enam tahun, Muhammad diajak oleh ibunya untuk menziarahi makam ayahnya dan bersilaturahmi dengan sanak keluarganya yang ada di Yastrib [Madinah]. Namun, ketika dalam perjalanan pulang, tepatnya ketika bernanung di suatu tempat yang bernama Abwa’; Aminah menjemput ajalnya. Dan ia dikebumikan disitu juga.
Karena sekarang Muhammad telah menjadi yatim piatu, akhirnya dia diasuh oleh kakeknya, yakni Abdul Muthallib. Tak lama; hanya 2 tahun mengasuh Muhammad, ternyata Abdul Muthallib wafat. Maka, pengasuhan Muhammad dilanjutkan oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Dibawah asuhan Abu Thalib inilah Muhammad tumbuh menjadi anak yang semangat, sederhana, jujur, dan amanah. Bahkan di usianya yang masih 8 tahun dia sudah mengembala kambing.
Masa Remaja-Dewasa
Setelah menginjak masa remaja, Muhammad berupaya sendiri bagaimana caranya agar bisa hidup mandiri tanpa harus bergantung lagi kepada pamannya tadi. Makanya, sejak anak-anak hingga remaja, beliau tak sungkan untuk menjadi pengembala kambing milik orang Quraisy, dan hasil dari mengembalanya; ia mendapatkan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menginjak umur 12 tahun, Muhammad ikut pamannya berdagang. Di tengah perjalanan keduanya bertemu dengan seorang rahib [pendeta] yang melihat adanya tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad. Maka, sang pendeta meminta kepada Abu Thalib agar keponakannya itu dibawa pulang saja, sebab bahaya bagi Muhammad jika dianjutkan perjalanan. Walakhir, Abu Thalib membaw apulang Muhammad.
Ketika usianya semakin dewasa, kemudian Muhammad bergabung dengan rombongan pedagang milik saudagar kaya untuk berdagang ke negeri Syam [Syiria]. Sedangkan sudagar pemiliki aset tersebut ialah seorang wanita yang bernama Khatijah binti Khuwailid. Dia saudagar wanita yang sangat terpandang dan kaya raya.
Khatijah memiliki asisten yang mengurusi perdagangannya; ia bernama Maisyarah. Maisyarah inilah yang menjadi mandor para pedagang yang bekerja kepada Khatijah. Jadi Maisyarah tahu siapa saja orang yang bekerja ulet dan mana yang tidak.
Entah apa yang terjadi, semenjak Muhammad bergabung dengan kelompok dagang milik Khatijah ini, laba/keuntungan yang didapatkan malah berlipat-lipat. Karena merasa penasaran, akhirnya Khatijah menanyakan hal apa yang terjadi sehingga labanya bisa naik drastis.
Akhirnya Maisyarah menceritakan dengan sebenarnya bahwa yang memangani perdagagan ialah Muhammad. Muhammad berdagang dengan cara yang jujur dan menunjukkan sikap yang amat baik ketika menghadapi para pembeli dan pedagang yang lain. Sehingga banyak pedagang lain dan pembeli yang tak sungkan untuk membanderol dagangannya. Bahkan persediaan barang dagangan milik Muhammad ludes diserbu dalam sekejap saja.
Sejak itulah Khatijah sedikit demi sekidit mulai mengenal Muhammad yang berakhlak baik, cerdas, dan penuh kebersahajaan. Maka, tak heran jika Khatijah yang sudah janda; merasa jatuh cinta kepada Muhammad, yang tak lain adalah pekerjanya sendiri.
Pernikahan Muhammad dan Khatijah
Karena jatuh cinta kepada Muhammad—tanpa memandang apa status sosialnya, sebab itu tidaklah penting baginya—akhirnya Khatijah menyuruh temannya guna melamar Muhammad untuk dirinya [Khatijah]. Dan Muhammad memutuskan untuk menerima lamaran Khatijah.
Setelah keduanya saling cocok, maka keduanya melangsungkan pernikahan. Pada saat itu umur Muhammad masih 25 tahun, sedangkan usia Khatijah sudah 40 tahun. Walau terdapat perbedaan umur yang cukup signifikan, akan tetapi kasih sayang kedua sangatlah kental. Bahtera rumah tangga mereka sangat harmonis, sebab perbedaan usia bukanlah penghalang untuk memadukan cinta.
Hasil dari buah cinta perkawinan Khatijad dan Muhammad, mereka dikaruniai enam orang anak. Diantaranya empat wanita yakni; Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Dan dua orang laki-laki yakni Qasim dengan Abdullah. Dan dari beberapa keterangan, bahwa dari keturunan Fatimah yang sampai sekarang masih berlanjut [tidak putus].
Diangkat Menjadi Rasul
Salah satu kebiasaan Muhammad ialah suka menyendiri dari hiruk-pikuk kehidupan. Beliau suka ber-tahannus dan ber-khalwat untuk menyucikan batin sambil merenungkan kekuasaan Tuhan. Kala itu umur beliau sudah empat puluh tahun, umur yang sangat matang dalam berpikir dan menentukan.
Dari aktivitas khalwat-nya itu, beliau menemukan suatu ‘pencerahan’. Yakni tepat di Gua Hira’ 17 Ramadhan 611 M, beliau menerima wahyu pertama dari Allah melalui perantara Malaikat Jibril.
Tetibanya ada suara terdengar “ Iqra’ [bacalah]” Suara itu membuat Muhammad ketakutan, tubuhnya gemetar, keringat dingin mulai bercucuran, nafasnya tersesak, seakan dicengkram oleh suatu kekuatan yang amat luar biasa kuat.
Suara itu terdengar lagi, “Iqra’ [bacalah]” sampai terulang tiga kali. Kemudian Rasulullah merespon perintah itu dengan berucap, “Maa ana bi qari’ [saya tidak bisa membaca]”. Sebab Rasulullah memanglah seorang yang ‘ummi’ [yang sebagian penafsir mengartikan; “tidak bisa baca tulis”].
Sehingga suara itu melantunkan kalam, yang sekarang kita kenal sebagai Surah Al-‘Alaq ayat 1-5 [sebagai wahyu pertama]. Dengan turunnya wahyu tersebut kepada Muhammad menunjukkan bahwa beliau sejak itu pula diangkat oleh Allah derajatnya menjadi seorang Rasul yang bertugas menyampaikan kalam-kalam Allah kepada seluruh manusia.
Wallahu a’laam