Berguru pada Kisah Ali dan Fatimah
Awal Kisah
Fatimah RA, buah hati yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW. Sosok nan elok paras maupun akhlaknya. Setiap lelaki pasti jatuh hati kepadanya. Namun tentu tidak mudah untuk bisa bersanding disisinya, menjadikannya teman hidup baik di dunia maupun akhirat.
Perassaan jatuh hati namun sulit untuk memiliki melanda banyak lelaki, salah satunya Ali bin Abi Thalib. Diam-diam dia mengagumi dan menginginkan putri Rasulullah tersebut. Akan tetapi dia takut, mana mungkin seorang pemimpin umat itu mau memberikan anaknya kepada seorang pemuda miskin seperti dirinya.
Meskipun kita mengenal sosok Ali bin Abi Thalib sebagai salah satu sahabat yang istimewa dimata Rasulullah SAW, selain pernah tinggal langsung bersama Rasulullah, dia juga seorang yang setia menemani dakwah Rasulullah , dan juga seorang mujahid perang yang gagah dan pemberani.
Tapi memang wajar jika ketidak percayaan diri itu muncul dalam benak Ali. Banyak tokoh hebat lainnya yang juga menginginkan Fatimah. Sebut saja Abu Bakar Ash Shiddiq, sosok yang juga sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Dia juga dikenal sebagai orang yang pertama kali membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi SAW dan sangat gencar membantu dakwah beliau, mempertaruhkan segenap jiwa dan harta yang dimiliki Abu Bakar.
Pada suatu hari Abu Bakar melamar Fatimah. Mengetahui hal itu Ali merasa terkejut, sontak hatinya menjadi hancur. Ali merasa diuji atas peristiwa tersebut. Ali menjadi semakin tidak berdaya. Iya sangat yakin bahwa Rasulullah akan menerima lamaran tersebut. Jika dibandingkan dengan dirinya, Ali berpendapat bahwa Abu Bakar memiliki perjuangan yang lebih besar dalam menyebarkan risalah Islam.
Entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan dakwahnya. Sebutlah ‘Utsman, ‘Abdurrahman bin auf, Thalhah.Tak sedikit juga para budak yang dibebaskan oleh Abu bakr Ashiddiq. Beberapa diantaranya seperti Bilal bin Rabbah, Khabbab, ‘Abdullah ibn mas’ud.
Pasti Rasulullah lebih memilih Abu Bakar dari pada dirinya. Alipun ikhlas jika demikian, sebab Abu Bakar memang pantas, kuat dari segi agama maupun finansial, dia pasti lebih mampu membahagiakan Fatimah. Begitulah pikir Ali.
Tidak lama waktu berselang, Ali mendengar kabar bahwa lamaran Abu Bakar kemarin ternyata tidak diterima baik oleh Rasul SAW maupun Fatimah. Ali serasa mendapat angin segar, harapannya yang sempat padam kini kembali menyala. Ali kembali mempersiapkan diri, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.
Nampaknya kesempatan itu tidak kunjung datang menghampiri Ali. Ujian kembali datang. Muncul sosok lain yang datang menemui Rasulullah SAW untuk melamar Fatimah RA. Dia adalah Umar bin Khattab. Seorang lelaki yang pemberani dan gagah perkasa, mampu mengangkat derajat kaum muslimin berkat dirinya yang memeluk Islam, dan membuat syaithan berlari ketakutan serta musuh-musuh Islam bertekuk lutut.
Sama seperti sebelumnya, Ali yakin benar jika lamaran kali ini akan diterima. Ali RA akan ridha jika lelaki bergelar Al-Faruq ini meenjadi suami dari Fatimah, dia akan turut bahagia jika Fatimah juga bahagia.
Namun ternyata masih sama seperti sebelumnya, Ali menerima kabar ternyata lamaran Umar RA juga ditolak. Tentu ini membuat Ali merasa sedikit lega, namun ia juga semakin bingung, serta keresahan dalam dirinya kian meningkat. Sosok seperti apa yang sebenarnya diinginkan oleh Rasulullah Saw, masih menjadi tanda tanya besar dalam dirinya. Tetapi, Ali masih berharap jika kesempatan itu suatu hari akan mendatanginya.
Gerbang Awal Menuju Pernikahan
Singkat cerita, ada sahabat Anshar yang mengetahui perasaan Ali terhadap putri Nabi SAW. Diapun menyerukan kepada Ali agar memberanikan diri menemui ayah dari Fatimah. “Mengapa tidak kau coba kawan?, aku punya firasat, engkaulah yang sebenarnya ditunggu-tunggu Baginda Nabi SAW”.
Ucapan dari sahabat Anshar teersebut dijawab dengan lesu, penuh dengan keraguan. Ali menyampaikan perihal banyaknya lelaki hebat yang ditolak lamarannya, sementara sosoknya hanya seorang yang miskin. Menurut Ali sudah jelas jika dia tidak pantas bersanding dengan Fatimah.
Sebagai seorang sahabat, jawaban yang disampaikan Ali tidak membuatnya menyerah. Sahabat Anshar tersebut benar-benar mengenal Ali RA, dan yakin bahwa Ali adalah sosok yang tidak kalah pantas bagi Fatimah RA. Sehingga, sang sahabat terus membujuk Ali, memberikan semangat serta meyakinkan Ali agar memberanikan diri.
“Cinta tak pernah minta untuk menunggu, Ia hanya mengambil kesempatan dengan segera atau mempersilakan, karena cinta tentang keberanian dan pengorbanan”
Setelah memikirkan matang-matang setiap perkataan sang sahabat, Akhirnya Ali bin Abi Thalibpun berangkat menjumpai Rasulullah, untuk menyampaikan maksud hatinya, yaitu meminang Fatimah binti Rasulullah SAW.
Berbekal tekad kuat, Ali mendatangi rumah Rasulullah SAW. Setelah mendengar maksud dan tujuan Ali, Rasulullah berkata, “Apakah engkau mempunyai sesuatu ?”, Tidak ada ya Rasulullah,” jawab Ali. “ Dimana pakaian perangmu yang hitam, yang ku berikan kepadamu,” Tanya Rasul. “ Masih ada padaku wahai Rasulullah,” kata Ali. Kemudian Rasulullah berkata,“Berikan itu kepadanya (Fatimah) sebagai mahar”.
Dengan hati yang berbunga-bunga, Ali bin Abi Thalib bergegas pulang menuju rumah dan mengambil baju besinya. Rasulullah SAW lantas menyuruh menjualnya. Baju besi tersebut dijual kepada Utsman bin Affan seharga 470 dirham, kemudian diberikan kepada Rasulullah dan beliau menyerahkan uang tersebut kepada Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin.
Setelah sekian lama menanti, tibalah hari perknikahan Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Semua kaum muslimin turut merasakan kebahagiaan pengantin dan bersuka cita atas pernikahan tersebut. Keduanya dikaruniai empat orang anak, yaitu Hasan, Husein, Zainab, dan yang terakhir benama Ummu Kultsum.
Mengarungi Bahtera Rumah Tangga
Kemudian yang tidak bisa dipungkiri adalah cobaan dalam kehidupan rumah tangga. Meskipun mereka adalah pasangan yang luar biasa, Allah tidak lantas membebaskan mereka dari ujian rumah tanga. Fatimah RA bahkan pernah mengeluh kepada sang ayah atas kehidupan rumah tangganya yang berat dan melelahkan.
Akan tetapi kembali lagi, berkat bantuan Allah SWT dan keimanan yang dimiliki oleh pasangan tersebut, kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja. Bahkan semakin baik seiring dengan berjalannya waktu. Dapat dirasakan bahwa keberkahan datang silih berganti.
Hikmah yang Dapat Dipetik
Pribadi Ali yang ternyata memiliki keistimewaan tersendiri bagi Rasul SAW, sehingga memutuskan menerima lamaran tersebut. Tidak ada yang bisa meragukan piliha Rasulullah. Dibalik kekurangan yang dimiliki Ali RA, terdapat banyak kelebihan yang tidak mampu dilihat oleh dirinya sendiri.
Termasuk bagaimana Ali mampu menjaga kesabarannya, menahan hawa nafsunya, dan senantiasa beribadah kepada Allah SWT atas segala ujian yang menimpa dirinya. Berbicara mengenai cinta dan perasaan memang nampak sepele, namun bisa dibayangkan seorang Alipun pernah dibuat kewalahan menghadapinya. Bagaiman dengan kita yang keimanannya jau di bawah Ali RA. Maka sudah seharusnya kita benar-benar mampu memaknai apa itu cinta dan selalu berserah kepada Yang Kuasa agar senantiasa dalam penjagaan-Nya.