Ibunda Umat Islam, Aisyah RA – Aisyah RA, sosok perempuan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan Rasulullah SAW. Dia adalah perempuan ketiga yang dinikahi Rasulullah SAW, setelah Khadijah dan Saudah binti Zam’ah. Sosoknya ternyata menjadi istri yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW setelah kepergian sang istri pertama, Khadijah RA.
Aisya RA adalah putri dari khalifah pertama, Abu Bakar dengan isteri keduanya yaitu Ummi Ruman yang terlahir ditahun ke 4-5 kenabian Rasulullah SAW. Dia dijodohkan oleh Rasulullah SAW ketika tengah berusia 6-7 tahun, kemudian baru menikah 3 tahun kemudian, beberapa saat setelah Aisyah hijarah ke Madinah.
Sebelumnya, Aisyah RA telah dijodohkan dengan Jubayr bin Mut’im, tetapi kemudian perjodohan tersebut dibatalkan, disebabkan Ayah Jubair, Mut‘im bin ‘Adi menolak Aisyah dikarenakan saat itu Abu Bakar telah memeluk Islam. Istri Mut’im bin Adi mengatakan tidak mau jika keluarganya mempunyai hubungan dengan para muslim, yang dapat memungkinkan putranya menjadi seorang muslim pula.
Tidak heran apabila Aisyah RA menjadi sosok yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW, sebab tidak hanya parasnya yang rupawan namun juga karena beberapa keutamaan lain yang dimilikinya, diantaranya adalah :
Perempuan cerdas dan berpengetahuan luas
Beliau dikenal sebagai pribadi yang tekun dalam belajar. Selain itu Aisyah RA juga menyaksikan langsung banyak wahyu yang turun dari Allah kepada sang suami.
“Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu hari yang sangat dingin sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat bercucuran dari dahi beliau.“ (HR. Bukhari).
Berbagai ilmu dikuasainya, seperti ilmu al-qur’an, hadist, fiqih, bahasa arab dan syair. Dan keilmuan tersebut tidak diragukan lagi, karena beliau adalah orang terdekat Rasulullah SAW. hal tersebut juga menjadikan Aisyah sebagai tempat bertanya para kaum perempuan dan para sahabat mengenai permasalahan hukum agama, maupun kehidupan pribadi kaum muslimin secara umum.
Hisyam bin Urwah meriwayatkan hadis dari ayahnya. Dia mengatakan: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan.”
Periwayat hadits perempuan
Aisyah menghabiskan kurang lebih selama sepuluh tahun hidupnya mendampingi Rasulullah Saw, sehingga membuat Aisyah tahu benar bagaimana pribadi Rasulullah SAW, setiap tutur kata dan tingkah laku beliau. ditambah dengan kemampuan mengingatnya yang tajam, menjadikan Aisyah juga dikenal sebagai perempuan yang banyak menghapalkan hadist-hadist Rasulullah.
Dengan demikian Aisyah RA mendapat gelar Al-mukatsirin atau orang yang paling banyak meriwayatkan hadist, yaitu sebanyak 2210 hadits. Diantaranya terdapat 297 hadits dalam kitab shahihain dan sebanyak 174 hadits yang mencapai derajat muttafaq ‘alaih. Bahkan para ahli hadits menempatkan beliau pada posisi kelima penghafal hadist setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas.
Taat dan senantiasa menegakkan agama
Meskipun usianya masih sangat muda, Aisyah tidak ragu untuk turut serta dalam perang Badar, Uhud, dan Khandaq melawan para kair Quraisy, demi tegaknya agama Allah SWT. dengan menyediakan air bagi pejuang Muslim, dan merwat luka-luka mereka.
Sementara dengan keberadaan ilmu yang dimiliki, serta Rasulullah SAW disampingnya membuat Aisyah tumbuh sebagai sosok perempuan yang shalehah dan berpegang teguh pada ilmu-ilmu tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sikap Aisyah yang langsung memberikan teguran terhadap perempuan-perempuan muslim yang melanggar hukum Allah. Seperti dalam bebeapa kisah berikut :
Suatu ketika Aisyah mendengar bahwa kaum perempuan dari Hamash di Syam mandi di tempat pemandian umum. Aisyah mendatangi mereka dan berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Perempuan yang menanggalkan pakaiannya di rumah selain rumah suaminya maka dia telah membuka tabir penutup antara dia dengan Tuhannya.“ (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Selanjutnya, perubahan pada pakaian yang dikenakan perempuan-perempuan Islam setelah wafatnya sang Rasul SAW juga lantas menarik perhatian Aisyah. Dengan tegas Aisyah menentang hal tersebut seraya berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang terjadi pada perempuan (masa kini), niscaya beliau akan melarang mereka memasuki masjid sebagaimana perempuan Israel dilarang memasuki tempat ibadah mereka.”
Di dalam Thabaqat Ibnu Saad mengatakan bahwa pada suatu kesempatan, Hafshah binti Abdirrahman pergi menemui Ummul-Mukminin Aisyah. Ketika itu Hafsyah mengenakan kerudung tipis. Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya dengan kerudung yang tebal.
Sosok yang sederhana dan dermawan
Aisyah tinggal bersama Rasulullah SAW di dalam sebuah rumah sangat sederhana yang dibangun disamping masjid, ukurannya tidak seberapa luas, tidak banyak perabotan didalamnya, serta langit-langitnya sangat rendah, sehingga siapa saja yang berdiri tegak dapat dengan mudah menyentuh atapnya.
Selain itu dalam kehidupan sehari-hari, Aisyah dan Rasulullah juga harus menanggung kemiskinan dan kelaparan. Mereka seringkali hidup dengan hanyak mengandalkan kurma dan air. Namun demikian tidak pernah sekalipun Aisyah RA mengeluh kepada Rasul SAW.
Ditengah keadaan seperti tadi, ternyata Aisyah RA masih tetap mampu untuk bermurah hati kepada para fakir miskin. Dalam sebuah kisah diceritakan, suatu hari seorang fakir miskin mengetuk pintu rumah Rasululllah untuk meminta sejumlah makanan. Sementara saat itu yang dimiliki hanya sejumlah kecil anggur. Tanpa pikir panjang Aisyah RA segera memberikan semua anggur miliknya.
Selain itu, kedermawanan ternyata tidak lantas sirna dalam dirinya, meskipun umat muslim mulai mengalami kejayaan. Suatu hari Aisyah RA pernah diberi uang sebanyak 100.000 dirham sebagai hadiah. Oleh Aisyah uang tersebut kemudian dibagikan kepada fakir miskin yang lebih membutuhkan, tanpa menyisakan satu dirhampun untuknya. Padahal saat itu dia tengah berpuasa dan tidak ada persediaan makanan untuk berbuka.
Terbukti bahwa harta duniawi tidak membutakan Aisyah ra. Selama hidupnya Aisyah RA senantiasa hidup dalam kesederhanaan dan kemurahan hati sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah meninggal dunia, dakwah beliau dilanjutkan oleh Aisyah RA. Islam tumbuh menjadi agama yang semakin berkembang dan maju. Rumah beliau tidak pernah sepi dari muslim yang datag untuk bertanya berbagai permasalahan syar’iat . Aisya RA juga diangkat menjadi penasehat pada masa Khalifah Umar dan Usman sebagai wujud penghormatan terhadap kemuliaan Ilmu yang dimiliki oleh Aisyah RA.
Segala perjuangan Aisyah RA untuk Islam akhirnya harus terhenti karena kepergiannya kembali menghadap Sang Pencipta pada malam Selasa, 17 Ramadhan tahun 58 H setelah shalat witir di usia 66 tahun.
Para sahabat Anshar dan penduduk sekitar Madinah berbondong-bondong mendatangi kediaman Aisyah RA. Salah satu dari Ummul Al Mu’min, yang meskipun tidak dikaruni seorang anak, Aisyah RA tetap merupakan sosok ibu bagi para kaum muslim.
Aisyah RA merupakan teladan yang tepat bagi muslimah, sosoknya merupakan bukti nyata untuk melawan berbagai steorotip mengenai bagaimana Islam memperlakukan perempuan, dan tuduhan mengenai ketiadaan posisi perempuan dalam Islam. Islam sungguh memulikan sosok perempuan. Tidak perlu emansipasi, cukuplah Islam hadir sebagai solusi.