Sumayyah binti Khayyat; Tangan Selembut Sutera yang Menggoncangkan Dunia

Sumayyah binti Khayyat

Siapakah gerangan wanita yang memiliki tangan selembut sutera?

Wanita yang telah mengukir sejarah

Darahnya menjadi saksi iman yang sejati

Maukah sobat mendengar kisahnya?

            Adakah di dunia ini yang tidak menginginkan surga. Tentu setiap muslim merindukan aroma surga yang selalu menjadi dambaan. Sungguh beruntung wanita yang telah dijamin surga, dialah Sumayyah. Namanya dikenal sebagai wanita pertama yang syahidah di dalam Islam. Perjalanannya dalam mempertahankan agama Allah telah membuatnya dikenang dalam sejarah. Siapakah yang mampu mengikuti jejaknya?

Dikisahkan, suatu waktu Yasir, al-Harits dan Malik merupakan tiga bersaudara bertujuan ke Makkah untuk mencari saudara mereka yang menghilang dalam beberapa tahun terakhir. Sejak itu, mereka terus menelusuri segala pelosok Makkah. Namun perjuangan mereka sia-sia, saudarnya nihil ditemukan. Wal akhir, al-Harits dan Malik memutuskan pulang ke Yaman, sedang Yasir memilih untuk menetap di Makkah.

Terdapat tradisi yang berlaku di masyarakat Arab, apabila orang asing ingin tinggal si suatu negeri, maka ia harus mengikat perjanjian dengan salah satu tokoh tersohor di kota tersebut. agar ia dapat berlindung di bawah kekuasaannya dan melindunginya dari segala bentuk gangguan masyarakat serta dapat hidup tenang dan nyaman di kota tersebut.

Ketika Yasir di Makkah, ia menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Ia hidup dalam kekusaan Abu Hudzaifah bil Al-Mughirah Al-Makhzumi. Tokoh termuka ini sangat menyukai perangai Yasir dan sifatnya yang baik ditambah perlakuannya yang menyenangkan, serta latar belakang keluarganya yang terhormat. Abu Hudzaifah ingin memperkuat hubungannya dengan Yasir, sehingga ia mengambil keputusan menikahkannya dengan seorang budak perempuannya bernama Sumayyah binti Khabath r.a.

Di sinilah kisah bunda Sumayyah bermula. Sungguh namanya tidak satupun dikenal di Makkah. Ia hanyalah seorang budak yang bergelut dengan pekerjaan rumah dan melayani tuannya, Abu Hudzaifah. Kehidupannya berubah saat ia menikah bersama Yasir.

Setelah pernikahan Sumayyah dan Yasir, selang beberapa waktu kemudian ia dikarunia seorang putra yang diberi nama “Ammar bin Yasir. Kebahagiaan melengkapi keluarga kecil mereka. Telah sempurna sebuah keluarga ketika terdapat buah hati penyejuk mata. Setelah kelahiran ‘Ammar, Abu Hudzaifah memanggil Yasir, “Aku bebaskan ‘Ammar dari perbudakan.” Tidak lama kemudian Abu Hudzaifah meninggal dunia.

Awal Mula Sumayyah Mengenal Islam

            Kala itu ‘Ammar telah menjadi dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki, ia mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah. Setelah menikmati segala hidayah yang turun kepadanya melalui sang Rasul, ia segera mengikrarkan diri untuk memeluk dinul Islam. Setelah kejadian itu, ‘Ammar segera pulang ke rumah dengan langkah yang cepat. Ia menemui orangtuanya dengan wajah berseri-seri setelah menikmati lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya.

“Ayah, Ibu, sungguh aku merasakan ketenangan jiwa tatkala sang Nabi memberikan dakwah mengenai agama Islam. Beliau sebagai pengemban risalah, menyampaikan untuk memeluk agama yang lurus yaitu dinul Islam.” Yasir mengungkapkan dan menawarkan kepada orangtuanya untuk mengikuti dakwah yang baru. Kemudian disambut dengan bahagia dakwah yang penuh berkah tersebut dan mengumumkan keislamannya. Sumayyah pun menjadi orang yang ketujuh memeluk Islam.

Di sinilah perjuangan keluarga Yasir bermula. Sejarah agung telah tertoreh menjadi pelajaran bagi sobat sholih/sholihah. Bertepatan dengan sinar cahaya dakwah Rasulullah pertama kali disiarkan.

Siksaan yang Menimpa Keluarga Yasir

Sebagaimana orang-orang yang masuk Islam pertama kali, mereka mendapatkan siksaan yang bertubi-tubi dari orang-orang kafir Quraisy. Hal itu juga berlaku di keluarga Yasir.

Ketika ikrar keluarga Yasir kepada Islam menyebar luas dan berita itu sampai di telinga Bani Makhzum. Kaumnya sangat marah dan segera menangkap mereka dan menyiksanya dengan beragam siksaan.  Agar mereka segera keluar dari din Islam.

Perlakuan itu didukung dengan posisi mereka sebagai budak yang tidak memiliki tempat untuk berlindung. Meski keadaan yang teramat genting sekalipun, hingga mereka harus di jemur di padang pasir yang teramat menyengat. Tidak menghilangkan keyakinannya untuk tetap berpegang teguh terhadap Islam.

Ketika itu, siasat yang dilakukan orang-orang Quraisy terhadap kaum muslim disesuaikan dengan keadaan. Jika orang-orang Islam itu berasal dari keturunan bangsawan dan berpengaruh, mereka melancarkan ancaman dan gertakan.

Sebagai contoh dari getakan yang dilakukan Abu Jahal, “Kau tinggalkan agama nenek moyangmu, padahal mereka lebih baik darimu. Akan kami buktikan bahwa cara berfikirmu itu keliru! Akan kami jatuhkan kehormatanmu! Akan kami rusak bisnismu dan akan kami musnahkan harta bendamu.”

            Mereka terus menggencarkan perang urat saraf. Apabila muslim itu berasal dari keluarga miskin dan tidak memiliki kekuatan, atau budak belian, terutama mereka yang tidak memiliki perlindungan kesukuan. Maka mereka tidak segan untuk menyiksanya dengan berbagai macam siksaan. Sumayyah, Yasir, dan ‘Ammar termasuk di golongan ini. ketiganya diikat dan dipukuli.

Kecaman demi kecaman sudah menjadi makanan harian keluarga Yasir. Setiap hari ia di bawa ke bawah terik matahari di padang pasir oleh Bani Makhzum. Di suatu siang, ketika keteguhan Sumayyah tidak pernah goyah sekalipun.

Ia mendapati dirinya ditaburi pasir yang teramat panas, dan sebongkah batu yang sangat besar di atas dadanya. Sama sekali tidak terdengar rintihan atau ratapan di bibirnya, melainkan ucapan ‘Ahad….Ahad….Ahad….’. Beliau mengulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, ‘Ammar, dan Bilal ketika mereka disiksa dengan siksaan yang keji.

            Suatu ketika Rasulullah Saw menyaksikan keluarga muslim tersebut sedang disiksa dengan kejam. Beliau seketika menengadah ke langit seraya berseru,

            “Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.” (H.R Tirmidzi)

            Ketika itu, Sumayyah mendengar seruan Rasulullah Saw. Beliau bertambah tegar dan optimis dengan keteguhan imannya. Sembari mengulang dengan lantang, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”

            Begitulah, ibunda Sumayyah telah mencicipi manisnya iman. Sehingga apa yang ditawarkan di dunia tidaklah menarik baginya kecuali dengan bertemu Zat Yang Maha Menciptakan. Perjuangannya untuk memegang teguh akidah adalah contoh yang patut kita teladani di masa kini. Jangan biarkan agamamu dibeli dengan harta benda atau kehormatan.

Sebagaimana bunda Sumayyah yang hatinya telah dipenuhi keagungan Allah Azza wa Jalla, sehingga beliau menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir yang zalim. Mereka tak kuasa menggoyahkan keimanan dan keyakinan bunda Sumayyah sedikitpun.

Tatkala orang-orang Quraisy telah putus asa untuk mengeluarkan Sumayyah dari agama Islam. Seketika Abu Jahal, musuh Allah, melampiaskan keberangannya dengan menusukkan tombak ke Sumayyah. Sungguh itulah detik-detik akhir perjuangan Sumayyah, nyawanya keluar dari raganya yang beriman lagi suci.

Beliau adalah yang pertama syahid dalam Islam. Gugur setelah memberikan hikmah terbesar bagi ummat Muslim. Keimanan adalah hal yang tidak bisa ditukar dengan apapun. Jiwanya sungguh telah bertemu dengan Raabnya. Pengorbanan jiwanya yang teramat berharga menjadi pelajaran bagi sobat sholih/ah.

Semoga perjalanan bunda Sumayyah bisa menjadi inspirasi bagi kita bersama. Agar senantiasa meningkatkan akidah dan berjuang pantang menyerah dalam mempertaruhkan agama Islam.

Berjuanglah selagi ruh masih dikandung badan

Berjuanglah tanpa lelah

Berjuanglah meraih Ridha-Nya

Berjuanglah sampai detik nafas terakhir

Demi menjunjung tinggi dinul Islam

Maka pasti kau akan meneguk nikmatnya iman, islam, dan ihsan.

Gambar Gravatar
*Reefa Malik penulis pecinta buku asal Kendari yang memiliki impian untuk menebar ilmu lewat tulisan dan mendirikan rumah baca di daerahnya. Kesehariannya hanya bergelut dengan buku-buku dan mengajar, sembari melanjutkan pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Untuk mengenalnya lebih lanjut bisa langsung menyapa lewat Facebook Reefa Malik dan Instagram @reefa_malik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *