Kisah Rasulullah Saw dengan Si Buta Abdullah Ibnu Ummi Maktum

Kisah Rasulullah Saw dengan Si Buta Abdullah Ibnu Ummi Maktum

Ada sebuah kisah tentang ‘teguran’ Allah kepada Rasulullah yang perlu shohib Kartun Muslimah ketahui dan mengambil pelajaran berharga darinya. Yakni disaat datang orang buta merasa dicueki oleh sikap Rasulullah, sedangkan Rasul sedang menghadapi pembesar Quraish.

Kisah lengkapnya kurang lebih seperti ini, sebagaimana saya sarikan dari Tafsir Al-Azhar Prof. Hamka. Bahwa menurut suatu riwayat dari Ibnu Jarir Ath-Thabari dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibu Abbas, kala itu Rasulullah sedang diinterogasi oleh beberapa pembesar Quraisy, diantaranya ada Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal, dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud untuk menanyakan ajaran yang dibawa oleh Muhammad.

Rasulullah menjelaskan tentang hakikat ajaran Islam kepada para pemuka kaum Quraisy tersebut dengan sangat baik. Karena Islam memang agama baru bagi mereka, akhirnya Rasulullah berharap dengan penjelasannya yang mendalam tentang Islam bisa membukakan hati para pembesar kaum Quraisy. Sehingga tatkala para pembesar itu telah mengimani Allah dan Rasulullah, maka besar harapan bawahan-bawahan mereka akan juga masuk Islam.

Namun, ditengah-tengah Rasulullah menjelaskan tentang ajaran Islam kepada pemuka Quraisy, lalu datanglah seseorang tuna netra [buta] yang miskin dan sudah menjadi muslim. Dia masuk dalam majelis tersebut dengan tangan yang meraba-raba, dengan harapan agar bisa mendapatkan pencerahan dari Rasulullah juga. Dia adalah Abdullah bin Ummi Maktum.

Ibnu Ummi Maktum sebenarnya masih memiliki kekerabatan dengan Rasulullah, sebab Ibnu Ummi Maktum merupakan paman dari Khatijah; istri Rasulullah, dari sanad ibu Khatijah [saudara ibunya Khatijah].

Akhirnya Ibn Ummi Maktum dipersilahkan untuk duduk disamping Rasulullah, sedangkan Rasulullah masih bertausyiah kepada pembesar Quraisy. Dikala Rasulullah jeda bertausyiah, maka Ibnu Ummi Maktum ibi mulai berkata dan meminta kepada Rasululah, “Ya Rasul, ajarkan kepadaku ayat-ayat Allah.”

Namun nampaknya Rasulullah belum mengindahkan permintaan Ibnu Ummi Maktum, sebab beliau masih berkonsentrasi untuk menjawab dan memberi penjelasan kepada pemuka Quraisy. Akhirnya beliau membelakangi Ibnu Ummi Maktum dan melanjutkan penjelasannya kepada para pemuka Quraisy tadi.

Karena merasa tidak diperhatikan oleh Rasulullah, Ibnu Ummi Maktum mengulang permintaannya untuk yang kedua kali dengan nada yang agak meracau. Padahal dia tidak tahu Rasulullah sedang apa dan berbicara dengan siapa. Karena merasa dicueki, maka Ibnu Ummi Maktum memotong pembicaraan Rasulullah.

Rasulullah Saw Ditegur Allah SWT

Pemotongan pembicaran itulah yang membuat Rasulullah bermuka masam mungkin karena beliau merasa ‘sungkan’ dan kecewa sebab sedang berbicara di depan pembesar Quraisy; tapi ucapannya dipotong oleh permintaan Ibnu Ummi Maktum. Namun, Rasulullah terus melanjutkan pembicaraannya dengan pembesar Quraisy tadi.

Lalu Ibnu Ummi Maktum berkata kepada Rasulullah, “Apakah yang saya ucapkan ini membuat engaku terganggu?” lalu Rasulullah menjawab, “Tidak.” Maka pada saat itulah turun firman Allah yang diabadikan dalam Al-Quran Surah ‘Abasa [80] ayat 1-10.

عَبَسَ وَتَوَلَّى

أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى

أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى

أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى

فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى

وَمَا عَلَيْكَ أَلا يَزَّكَّى

وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى

وَهُوَ يَخْشَى

فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى

 

Artinya, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang yang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).  Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya.”

Inilah teguran Allah kepada Nabi Muhammad agar selalu memperhatian siapa saja yang membutuhkan pengajaran darinya tentang Islam, sebab tugas seorang Rasul memanglah untuk menyamaikan firman-firman Allah dan kebenaran Islam kepada siapa pun tanpa membedakan apakah dia kalangan atas dan berkecukupan atau dia kalangan bawah yang kekurangan.

Setelah turunnya ayat diatas, maka saat itu pula Rasulullah sadar atas kekhilafannya karena sudah merasa berbuat ‘tidak adil’ pada Ibnu Ummi Maktum. Segera saja Rasulullah menghadap Ibnu Ummi Maktum, dan mempersilahkannya untuk menanyakan dan meminta penjelasan yang dia inginkan.

Dengan muka yang jernih, Rasulullah melayani apa yang dipertanyakan dan diminta atas penjelasan yang dia harapkan. Sejak itu pula Rasulullah selalu memasang musa yang berseri-seri ketika berhadapan dengan Ibnu Ummi Maktum, dan kadang-kadang beliau berkata, “Hai orang yang telah menjadi sebab satu kumpulan ayat turun dari langit.” (Dalam Tafsir Al-Azhar).

Masih dalam penjelasan Hamka, bahwa semenjak itu pula Rasulullah selalu menunjukkan muka jernih dan penuh senyum dalam berdakwah dan menghadapi orang-orang Badui atau Awali yang datang dari jauh untuk bertemu Rasulullah. Malah ketika ada orang Badui kencing di dalam masjid, yang membuat para sahabat marah, akan tetapi Rasulullah memasang muka sejuk dan lemah-lembut. “Janganlah kalian marahi, cari saja air, siram baik-baik.”

Dan orang yang dulu pernah dicueki oleh Rasulullah; yakni Ibnu Ummi Maktum, sekarang sudah menjadi bagian dari kaum muslim yang masyhur. Bahkan dia sekarang menjadi sahabat yang disegani, dengan kebutaannya tak pernah membatasinya untuk datang ke medan perang walau hanya sekedar membantu bagian logistik pasukan.

Ibnu Ummi Maktum juga ikut hijrah ke Madinah sebagai bentuk kesetiaannya kepada Islam. bahkan dalam riwayat Ibnu Jarir disebutkan bahwa Rasulullah kurang lebih tiga kali mengangkat Ibnu Ummi Maktum untuk menjadi penggantinya sebagai imam shalat di Madinah saat Rasulullah bepergian.

Jika kalian bertanya, “Apakah yang dilakukan Rasulullah kepada Ibnu Ummi Maktum itu termasuk kesalahan besar?”. Maka terkait hal ini, saya setuju dengan penjelasan Prof Hamka, bahwa tindakan Rasulullah ‘mencueki’ Ibnu Ummi Maktum tersebut bukan kesalahan besar dan tidak menimbulkan dosa.

Sebab, hal itu adalah ijtihad Rasulullah, dan menurut ijtihad beliau menghadapi orang-orang penting pemuka Quraisy yang masih non-muslim itu hendaklah diseru kepada Islam dengan sungguh-sungguh. Kalau orang-orang semacam Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal masuk Islam, maka berpuluh-puluh orang dibelakangnya juga akan mengikutinya.

Sedangkan Ibnu Ummi Maktum sendiri kedatangannya beliau ke majlis itu mengganggu pertemuan Rasulullah menghadapi pemuka Quraisy. Padahal Ibnu Ummi Maktum sendiri merupakan orang yang sudah memeluk agama Islam, yang hanya ingin mendengar penjelasan Rasulullah tentang pengajaran Islam.

—-

Pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa diatas ialah, 1) hendaknya kita tetap memasang muka yang sejuk dan penuh kesantuan kepada orang-orang yang membutuhkan kita. 2) Jangan pilah-pilih orang-orang yang berbeda statusnya, tebarkanlah kebaikan kepada siapa saja. 3) Jangan jadi pengganggu dikala orang lain sedang sibuk dengan segala urusannya. 4) Bersabar dan terus bertabah diri dikala orang yang kita butuhkan masih belum bisa melayani kemauan kita. 5) Teruslah menimba ilmu, sebab kecacatan fisik kita bukan penghalang untuk mendapakan ilmu.

 

 

 

Gambar Gravatar
Website Dakwah Muslimah Menerima Tulisan Dakwah Baik Fiksi maupun Non Fiksi  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *